Tanggal 18 September 2009 lalu, saya mengalami musibah kecelakaan di luar kota. Musibah ini mengakibatkan cedera yang parah untuk diri saya terutama dibagian muka. Kaca-kaca banyak yang menancap di kaki, tangan dan wajah saya. Kejadian ini terjadi karena ada motor dari depan yang menabrak mobil saya dengan kecepatan tinggi. Dan karena keterbatasan rumah sakit yang ada disana, maka saya harus dibawa dengan ambulan ke surabaya dengan kondisi yang belum stabil.
Tapi pada kecelakaan itu, mujizat Tuhan sudah saya alami, karena tabrakan itu menyebabkan kemudi mobil bergeser sehingga hanya berjarak 1-2 mm dari ulu hati saya. Seandainya itu menabrak ulu hati saya, maka saat ini mungkin saya sudah tidak ada lagi. Dan pada saat kejadian, dari belakang mobil saya juga tidak ada mobil lain. Mama, saudara, keponakan, kakak ipar yang ikut tidak mengalami cedera yang berarti sehingga bisa melakukan tindakan untuk segera menolong saya.
Setiba di rumah sakit Surabaya, saya menjalani CT SCAN dan terlihat bahwa sebagian besar tulang di wajah saya mengalami kerusakan/remuk dan bagian rahang juga mengalami patah dan bergeser sampai 0.5 cm sehingga kepala saya menjadi lebih besar dari normal dan teman-teman mengatakan bahwa wajah saya sudah tidak dikenali lagi, juga terjadi pendarahan di kepala bagian depan dan di belakang bola mata kanan, sedang pada mata kiri dikatakan mengalami kebocoran sehingga segera dilakukan operasi.. Setelah itu saya masih masuk masa kritis selama 2 hari karena di bagian kepala dan otak saya terisi udara, sehingga tidak bisa dilakukan operasi.. Tapi oleh kemurahan Tuhan, masa itu bisa dilewati. Dan pada hari ketiga dilakukan lagi CT SCAN dan kembali mujizat Tuhan terjadi, dimana tulang-tulang yang tadinya remuk, bisa menyatu sendiri padahal belum dilakukan operasi, sampai bagian radiologi rumah sakitpun berkata bahwa ini suatu mujizat.
Masalah masih belum selesai, karena operasi yang harus saya jalani mengalami penundaan. Operasi baru dilakukan 8 hari kemudian. Dan Tuhan sudah tolong semua proses operasi yang saya jalani mulai dari wajah, tangan dan rahang saya.
Saat itu tanpa ketahuan dokter, hb darah saya sebenarnya sudah turun dari normal, sehingga saya banyak tidak sadar di rumah sakit. Dan ini terjadi selama 10 hari dan oleh kemurahan Tuhan baru diketahui ketika saya dipindahkan ke rumah sakit lain.
Di rumah sakit kedua inilah saya mulai sadar dan bisa berbicara walaupun tidak lancar karena mulut saya masih diberi kawat. Dan waktu bapak gembala datang untuk mendoakan saya, satu hal yang saya ingat, bapak gembala berpesan supaya saya banyak berdiam diri, mengoreksi diri kalau ada kesalahan. Dan karena saya memang banyak waktu sendirian, maka saya mulai banyak berpikir kenapa ini terjadi pada saya.
Tapi waktu itu saya belum tahu jawabnya. Setelah saya pulang ke rumah untuk rawat jalan pada tanggal 12 Oktober 2009, saya dapat kesempatan untuk mendengar siaran langsung ibadah di malang. Saya pikir waktu itu firman nubuat ke-6 sudah lewat. Tapi ternyata masih dibahas dan firman waktu itu adalah tentang ujian iman supaya kita tidak menjadi buah yang mentah. Pertama kali dengar, saya belum merasakan apa-apa. Baru setelah firman itu diulang beberapa kali, Tuhan seperti ingatkan saya akan masa lalu saya. Yang pertama adalah soal ibadah pelayanan saya sendiri. Selama ini terlihat aktif dan bisa ikut ibadah kunjungan dan bisa kenal banyak orang. Tanpa sadar, itu menjadi kebanggaan saya. Apalagi kalau dipuji dan pelayanan berjalan dengan baik, saya lupa bahwa itu semata-mata karena Tuhan. Dan ini dikuatkan lewat firman penataran imam di surabaya, dimana dalam pelayanan jangan sampai kita jadi sombong dan minder.
Koreksi berikutnya adalah soal pekerjaan saya, dimana saya merasa mampu bekerja sendiri, padahal sesungguhnya semua itu adalah hikmat dari Tuhan, karena saya bukanlah ahli komputer, tapi justru bekerja dan melayani di bidang ini.
Satu hari, waktu bapak gembala mengunjungi saya, beliau mengatakan \"lebih baik panca indera dihajar Tuhan daripada kita ditampar malaikat seperti Herodes\". Bapak gembala mengatakan ini karena memang kondisi panca indera saya banyak mengalami penurunan fungsi terutama dibagian mata. Setelah itu saya memeriksa diri lagi dan sadar bahwa selama ini panca indera saya terkadang masih mengulang dosa lama.
Dan koreksi yang saya alami lagi adalah soal doa penyembahan. Dimana saya ambil jadwal doa rantai dan doa puasa, tapi 99 persen tidak saya lakukan dengan taat. Dan tegoran ini tepat terkena di lutut kanan saya.
Saat ini, proses pemulihan masih berjalan dan seperti Tuhan ijinkan supaya saya tidak berharap pada siapapun, tapi hanya percaya dan berharap pada Tuhan, karena dokter matapun sudah angkat tangan dengan kondisi saya.
Tapi puji syukur pada Tuhan, pada saat kejadian ini, firman penggembalaan yang sudah saya terima sangat menguatkan saya supaya saya tidak mengomel atau kecewa kepada Tuhan dan sesama. Saat ini, saya rasakan hidup saya seperti bejana yang diremukkan. Tapi firman tentang nubuat ke-6 dan waktu penataran imam di surabaya menguatkan saya, bahwa Tuhan mampu membentuk saya menjadi bejana yang baru sesuai dengan kehendakNya supaya saya bisa menjadi buah yang matang dan bukan untuk kebanggaan sendiri.
Selama ini saya sudah lama tergembala, tapi tanpa sadar saya malah membuat jalan sendiri diluar firman Tuhan. Dan merupakan kemurahan Tuhan bahwa saya mengalami musibah ini, supaya saya bisa kembali pada jalan Tuhan yang benar. Seandainya saya tidak tergembala, mungkin sayalah pohon ara dipinggir jalan yang langsung dikutuk oleh Tuhan karena tidak ada buah apapun dalam hidup saya. Tapi karena saya ada dalam penggembalaan dan ada doa penyahutan dari bapak gembala, maka saya masih diberi kesempatan untuk kembali pada tempat yang benar.
Setelah kejadian ini, benar-benar saya rasakan bahwa kemurahan Tuhan atas hidup saya jauh lebih besar daripada sebelum saya mengalami musibah ini, dimana saya banyak terima Firman, tapi tidak melakukan dengan baik, sehingga hajaran ini harus saya alami.
Kini, sudah tidak ada lagi kebanggaan dalam diri saya, seperti Ayub, kini benar-benar saya merasakan diri saya hanya seperti debu tanah liat yang tidak berarti apa-apa. Firman tentang Ayub ini sudah sering saya dengar, tapi saya waktu itu berpikir Ayub ini keras hati juga sampai harus mengalami ujian yang berat. Tapi setelah saya sendiri mengalami, saya baru tahu bahwa untuk bisa mengakui diri ini hanya debu tanah liat, itu tidak mudah. Dan kalaupun saya dulunya bisa berkata sebagai debu tanah liat, itu hanya di bibir mulut saya saja, tapi di hati kurang sungguh-sungguh. Dengan kata lain, sayapun sesungguhnya juga keras hati dan pengalaman ini benar-benar menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam hidup saya dan keluarga saya. Sehingga saat ini semua ibadah pelayanan sampai pekerjaan saya, semata-mata hanyalah kasih kemurahan Tuhan saja. Dan saya merasa justru hidup kristen saya yang sebenarnya baru dimulai setelah musibah ini. Saat ini, sudah 3 minggu saya bisa kembali beribadah.
Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan tidak menyebut nama, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan banyak bantuan kepada saya mulai dari keluarga, bapak dan ibu gembala, pengerja, hamba-hamba Tuhan, peserta siaran langsung, zangkoor, kaum muda dan seluruh jemaat Malang dan Surabaya bahkan siswa-siswi LempinEl yang juga menaikkan doa untuk kesembuhan saya. Kiranya Tuhan yang membalas semua dengan berlipat ganda.
Saya juga mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ibadah pelayanan, perbuatan dan perkataan saya ada yang menjadi sandungan. Mohon maaf juga apabila saat saya di rumah sakit ada yang sempat saya usir atau marahi pada saat mengunjungi. Saya hanya tahu kejadian ini dari keluarga yang waktu itu menjaga saya. Saya benar-benar tidak tahu melakukan hal itu karena memang kondisi darah saya yang dibawah normal.
Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan saja yang saat-saat ini memberikan dalam hati saya kerinduan untuk bisa kembali beribadah dan melayani dengan baik dan benar sesuai dengan Firman penggembalaan yang saya terima.
Tuhan memberkati.